wonderful INDONESIA

wonderful INDONESIA

INDONESIA is wonderful

INDONESIA is wonderful

Sabtu, 25 Januari 2014

Alarm Cinta: Tulus? Ikhlas?



Cinta yang tulus. Ketulusan cinta yang  selama ini selalu dikoarkan para remaja maupun para dewasa. Is it for real? Entahlah.

Tulus. Tulus itu simple kah? Bisa jadi. Tulus itu sesimpel ketika ‘ketulusan rasa yang dimiliki diri’ itu sendiri merupakan faktor internal yang terlalu kuat untuk dirubah oleh berbagai faktor eksternal apapun alasannya. 


Rasa yang ‘strict’? Bisa jadi. Yaa boleh lah dikatakan begitu. tapi, tentunya dalam koridor maupun sisi yang positif. Bukan obsesif, bukan juga over protektif, dsb.



Ketulusan disini juga sering diibaratkan layaknya seperti kasih seorang bunda kepada anaknya. Begitu tulusnya tanpa mengharapkan timbal balik. Kebahagiaan yang terpancar di dunia anaknya adalah apa yang menjadi tujuan sang bunda. Hmm.. begitu manisnya ketulusan itu dan begitu ikhlasnya.


Ketulusan juga bisa dilihat pada kisah seorang Richard dengan cintanya, dan seorang Leony dengan persahabatannya di posting sebelumnya dengan judul “Ketulusan” (untuk membacanya bisa klik 'BACA' disini). Ketulusan dimana tak harus kita juga berbahagia dengannya, melainkan kebahagiaannya saja sudah menjadi kebahagiaan juga untuk kita. Identik dengan keikhasan ya? Ya! Tentu diiringi dan atau dilengkapi dengan itu. Sepaket lah istilahnya.

Ketulusan juga jelas terlihat di secuplik catatan dari kisah seorang Nola berikut ini..

Hari itu aku suntuk. Begitu suntuknya hingga kemudian kuputuskan untuk berkelana di dunia maya. Kubuka facebook, kemudian twitter. Wah, twitter begitu ramainya. Ramai dengan bahasan seputar cinta, kekasih, luka, bahagia, selingkuh, hingga pernikahan. Hahaa, betapa topik itu sangat digemari dimanapun. Sesaat aku teringat dia, sosok cinta pertamaku. Bagaimana kabar dia sekarang? Seperti apa dia sekarang? Entahlah. Akupun tak tahu menahu soal itu.

Iseng aku mainkan aplikasi ‘search’ di sebelah kanan atas tampilan twitter. Ah, tiba-tiba saja aku teringat kesukaannya dalam menyingkat nama. Huruf demi hurufpun mulai kuketikkan disana, dan ‘enter’. Mulai terlihat mesin pencarinya bekerja, dan muncullah sosok itu. ya, sosok itu. Ardi, cinta pertamaku. Satu-satunya cinta sang pujangga yang pernah mengisi hatiku yang kemudian (meski setelah cinta itu harus berakhir) kubiarkan tetap kosong hingga kini.


Ardi. Ya, dia benar-benar Ardi yang kumaksud. Saat itu sempat terfikir olehku, “Oh Tuhan, kenapa baru sekarang aku mengingatnya dan menemukannya. Andai saja disaat dulu sebelum…”. Kalimat yang kemudian segera kuhentikan seketika saat aku kemudian sadar itu takkan mungkin, dan akupun sadar betul bahwa inilah kisah terbaik yang kini harus mengisi hidup kami.


Aku hanya tersenyum melihat sosok mungil yang ditampilkan sebagai avatar twitternya. Kemudian kuarahkan kursor dan membuka profilnya. Sejenak waktu terhenti. Ada sebuah nama disana, Rani. “Ah, pasti itu kekasihnya yang sekarang” batinku. Hatiku terusik saat itu, ingin tahu siapa dan bagaimana sosok Rani itu. akupun mengarahkan kursor dan membuka profilnya. Aku tak tahu siapa dia, hanya sedikit yang bisa kubaca karena profilnya yang dikunci. Hanya Sesosok gadis ayu nan putih yang bisa ku lihat dari avatar profilnya, akupun tersenyum. “Mereka akan menjadi pasangan yang serasi kan?!” bisikku pada hatiku. Senyum di bibirku tak pernah terhapus. Senyum itu untuk mereka.


Aku kembalikan pada profil Ardi. Saat itu aku hanya ingin tahu seperti apa kicauannya di twitter. Kutemukan beberapa tweetnya yang ditujukan kepada Rani disana. Terkesan bahwa Ardi sangat menyukai Rani dan sudah benar-benar memberikan hatinya. Hati yang dulu pernah terluka olehku. Saat ini ia terlihat begitu bahagia. Ia bahagia karena Rani. Mata inipun mulai berkaca-kaca hingga kemudian beberapa tetes bening terjatuh di pipiku, dengan senyum yang masih menghiasi bibirku.


“Aku turut berbahagia, Kak. Bahagia untukmu.” kalimat itu yang kemudian muncul dikepalaku. Tapi mengapa, ada sengatan yang kurasakan dihatiku. Begitu nyata. “Oh Tuhan, apa lagi ini?” batinku. Sejenak mencoba menyelami diri. “Begini ternyata rasanya. Untuk membayangkan, kalau sebatas bayangan, dia dengan yang lain, rasanya takkan masalah. Tapi ketika didepan mata begini, bahkan hanya dari layar kecil twitter, ternyata respon sang hati begini…….” Kata demi kata mengalir kala itu. Aku hanya bisa meminta maaf pada diri sendiri, pada Sang Rabbi, pada hati, akal, memory, dan semuanya.


“Ketulusan dari bahagiamu yang terpancar melebihi lainnya….” Senyumku masih terus mengembang saat itu. Ada kelegaan tersendiri kala itu karena di sisi lain aku bersyukur dia telah berhenti sekedar bermain-main hingga melukai banyak hati. “….dan itulah yang membuat hati ini terisak dalam dekap senyum tulus.”



Tidak ada komentar: